SURYA.CO.ID, PASURUAN – Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (YABHYSA) Peduli TBC Kabupaten Pasuruan menggandeng Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Pasuruan, BAPPEDA, KOPI TB, DPMD, Rumah Sakit dan media untuk bersama-sama menanggulangi penyakit Tuberkulosis (TBC).

Bahkan semua pihak bersepakat untuk untuk menekan angka penyebaran TBC di Kabupaten Pasuruan. Dari data WHO, Indonesia menjadi negara kedua di dunia dengan tingkat penyebaran TBC tertinggi di dunia setelah India, dengan 969.000 kasus selama 2023.

Dzulfikri Safrian, Ketua YABHYSA Peduli TBC Kabupaten Pasuruan mengatakan, dari data yang didapatkan Januari – Oktober, pihaknya menemukan 6.620 terduga TBC. Setelah dilakukan rangkaian tes, ternyata ada 810 orang yang positif terkena TBC.


Setelah itu, dilakukan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) pada 11 orang, dan melakukan investigasi kontak pada orang yang ada di sekitar positif TBC yakni 1.357 orang. Menurut Dzulfikri, isu TBC ini sangat strategis dengan potensi kematian dan penularan kasus cukup tinggi.

“Sebenarnya, TBC juga menjadi isu yang sensitif dan perlu dicarikan solusinya bersama untuk penanganannya. Makanya, penanganan TBC perlu peran dan kolaborasi bersama antara pemerintah, industri, masyarakat itu dalam hal ini komunitas yang peduli terhadap TBC,” urainya.

Kendati demikian, ia mengklaim kasus virus Tuberkulosis atau TBC di Kabupaten Pasuruan mengalami penurunan. Hal ini terbukti pada 2022 lalu, kasus TBC yang didampingi oleh kader YABHYSA di Kabupaten Pasuruan ada 458 pasien yang dinyatakan sembuh.

Safrian mengatakan, banyak warga Kabupaten Pasuruan mengidap TBC ini di wilayah perkotaan atau pesisir. Itu karena padatnya penduduk dan faktor cuaca yang memudahkan virus cepat menular seperti di wilayah Kecamatan Bangil, Rembang, Pandaan dan Gempol.

Maka dari itu, pihaknya intens melakukan penyuluhan atau sosialisasi ke seluruh warga yang berada di wilayah perkotaan dan pesisir. Meski demikian, pihaknya juga sempat mendapat kesulitan dalam sosialisasi bahayanya TBC.
Ada tiga faktor yang menghambat pihaknya mengurangi angka TBC di Kabupaten Pasuruan, mengingat kasus tersebut seperti fenomena gunung es. Ketiga faktor itu adalah orang yang tidak mau periksa, sudah diperiksakan tetapi tak diobati, dan sudah diobati namun belum tuntas.

“Kami memberikan terapi kepada anak pasien yang berusia di bawah 5 tahun untuk diberi obat pencegahan untuk meminimalisir pencegahan. Sehingga nantinya pada tahun 2030 pelayanan TBC bisa dimaksimalkan sampai 100 persen. Itu komitmen pemerintah untuk mengeliminasi TBC,” tutupnya.